Kamis, 18 Oktober 2012

Hati-hati, Nilai Pemalsuan Obat Di Indonesia Tembus US$200 Juta


Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Dok)
NUSA DUA— Nilai pemalsuan obat di Indonesia diprediksi per tahunnya menembus angka US$200 juta atau 10% dari total pasar farmasi di Tanah Air.“Perkiraan itu berdasarkan hasil survei dari sejumlah lembaga dunia yang perhatian terhadap hal itu. WHO juga memperkirakan market share pemalsuan obat sebesar 10-30 persen,” kata Widyaretna Buenastuti, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) di sela-sela Kongres Federasi Asosiasi Farmasi Asia (FAPA) di Nusa Dua, Sabtu (15/9/2012).Menurut dia, pemalsuan obat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat dan pemakainya dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan bahkan hingga kematian.Karena itu, MIAP mendesak para apoteker bersama-sama memerangi obat palsu yang banyak beredar dan merugikan masyarakat. Terjadinya pemalsuan obat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyarakat.“Banyak apoteker berinteraksi ke pasien, sehingga bisa melakukan kampanye pemberantasan anti obat palsu,” ujarnya.Melihat pentingnya peran apoteker, dia memandang perlunya sertifikasi untuk mereka, sehingga bisa memberikan informasi yang baik tentang obat asli.Profesi apoteker juga punya tanggung jawab tidak hanya terbatas pada pengadaan, distribusi atau jual beli, juga menjaga obat yang dijualnya benar-benar asli dan bukan palsu.Sementara Profesor Akmal Taher dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan apoteker merupakan pihak bertanggung jawab untuk menyatakan keaslian sebuah produk obat.“Seperti sebuah apotek menyatakan jika obat yang kami jual adalah asli. Tetapi siapa yang menyatakan keaslian itu tidak lain adalah apoteker,” ucapnya.Berdasarkan penelitian di lapangan terhadap satu resep obat yang dilakukan pada April hingga Agustus 2012 di empat kota besar, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, menunjukkan banyak obat palsu.Memang belum angka pasti namun kisarannya antara 10 sampai 30%  ditemukan obat palsu di ritel di kota besar tersebut, termasuk apotek dan toko obat.“Temuan tersebut cukup mengkhawatirkan, sebab ternyata obat palsu tidak hanya ditemukan di saluran tidak resmi, namun juga di apotek meskipun persentasenya kecil,” ujarnya. 



disalin & ditempel oleh : wisdeni sumber

Orang Muda Perlu Paham KB

Ilustrasi (Foto: Dokumentasi)
JAKARTA– Satu survei multinasional menyimpulkan perlunya orang muda lebih memahami kontrasepsi untuk perencanaan hidupnya di masa mendatang.
General Manager Buyer HealthCare, Pharma Indonesia, Allen Doumit  menyampaikan hasil survei itu berhubungan dengan peringatan Hari Kontrasepsi Dunia dengan tema Your future. Your choice. Your contraception,  yang jatuh pada 26 September, setiap tahunnya.
Tahun ini, Indonesia turut ambil bagian dalam survei multinasional Contraception: looking for the future dengan 812 peserta usia 20-35 tahun dari delapan negara di Asia  yaitu China, India, Indonesia, Korea Selatan, Singapura, Thailand, Malaysia dan Taiwan.
Tujuan dari peringatan itu untuk mewujudkan dunia dimana setiap kehamilan yang terjadi adalah kehamilan yang diinginkan sedangkan misinya adalah untuk meningkatkan pemahaman akan kontrasepsi sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk kesehatan reproduksi dan seksual.
Oleh karena itu, kata Allen, pihaknya akan mengadakan program edukasi pada level perguruan tinggi.
“Sampai saat ini,kesadaran akan pentingnya kontrasepsi di Indonesia masih sangat perlu ditingkatkan  mengingat cepatnya pertambahan penduduk masih merupakan tantangan besar di negeri ini. Dengan perkiraan jumlah penduduk tahun ini mencapai 241 juta jiwa, jumlah remaja Indonesia usia 15-24 tahun dan belum menikah ada 40 persen. Ini akan memberi peluang terjadinya baby boom juka tidak dilakukan upaya untuk mengatasinya,” kata Prof. Biran Affandi pada acara peringatan Hari Kontrasepsi Dunia 2012 dan 25 Tahun KB Mandiri Lingkar Biru, di Hotel Bidakara, Rabu sore (26/9).
Ada beberapa tip yang disampaikan oleh Prof. Biran tentang pemilihan kontrasepsi yang aman dan nyaman. Pertama tentukan dulu tujuan dari pemakaian kontrasepsi itu. Ada tiga fase tujuannya yaitu menunda, menjarangkan atau tidak hamil.
Kalau untuk menunda kehamilan cocok memakai kontrasepsi pil, menjarangkan  (IUD), dan tidak hamil (sterilisasi).
Kalau mensnya banyak, kata Biran, untuk menjarangkan kehamilan tidak cocok memakai IUD, karena akan menambah banyak pendarahan. Kalau menghadapi masalah seperti itu, katanya, cocok memakai hormon suntikan atau pil. Pil merupakan pilihan yang bagus, katanya, karena pendarahannya teratur. Sedangkan kalau suntik hormon dan implant, katanya,  pendarahannya kurang teratur. “Dapi dari segi kesehatan tidak apa-apa,” kata guru besar itu.
Di AS dan Eropa, katanya,  mengenalakan pil untuk  empat bulan yang hanya  mensnya satu kali tiga bulan. Kalau di kita, katanya,  kalau tidak keluar mensnya, maka  merasa darah kotor menumpuk di dalam tubuh dan merasa sakit. Pada hal, katanya,  tidak ada masalah.



disalin & ditempel oleh : wisdeni sumber

Menkes: 80 Persen Penduduk Indonesia Gunakan Pengobatan Tradisional


PURWOKERTO – Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, 80 persen penduduk negara berkembang bergantung pada pengobatan tradisional untuk perawatan kesehatan primer.
“Survei Kesehatan Nasional 2010 menunjukkan bahwa 59,12 persen penduduk Indonesia merupakan konsumen jamu dan 95 persen memanfaatkan jamu,” katanya dalam makalah berbahasa Inggris yang dibacakan Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Agus Purwadianto di Purwokerto, Kamis (11/10/2012).
Agus membacakan makalah Menkes Nafsiah Mboi yang berjudul “Policy and Regulation of Jamu Development and The Way Forward” tersebut dalam “International Conference on Medicinal Plants 2012″ yang diselenggarakan Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia (Pokjanas TOI) bersama Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto di Banyumas Room, Hotel Horison, Purwokerto.
Menurut dia, saat ini jamu harus dirangsang untuk menjadi alternatif terkemuka guna meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit, terutama untuk penyakit degeneratif dan gangguan metabolisme, serta untuk tujuan rehabilitasi.
Oleh karena itu, kata dia, penelitian yang didasarkan pada layanan kesehatan merupakan program prioritas di Kementerian Kesehatan untuk menyinergikan dan mengintegrasikan jamu dalam sistem perawatan kesehatan.
Dalam hal ini, lanjutnya, perlu menciptakan inovasi seperti swasembada bahan baku obat (berdasarkan tanaman obat), pariwisata sehat dengan jamu, dan manusia sehat menghasilkan ekonomi yang sehat.
“Bapak Presiden telah meminta agar jamu dikembangkan, antara lain dengan cara menyinergikan dan mengintegrasikan jamu ke dalam sistem pelayanan kesehatan, kerja sama penelitian dan pengembangan jamu, Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan harus memfasilitasi produksi jamu berkualitas dengan menerapkan standarisasi,” katanya.
Selain itu, kata dia, meningkatkan produksi dari bahan baku sampai produk akhir, pengawasan dan pengendalian untuk produk jamu, serta mengembangkan skala usaha kecil mikro dan menengah untuk jamu.
Ia mengatakan, pengembangan jamu berbasis ilmiah ini ditujukan untuk memberikan bukti ilmiah penggunaan jamu secara empiris, mendorong penyedia jaringan yang melakukan “layanan jamu” dan “penelitian jamu” dalam penggunaan jamu untuk promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi serta meningkatkan penyediaan jamu yang aman, berkualitas, dan efektif.
“Pengembangan jamu berbasis ilmiah ini ditujukan untuk membangun infrastruktur ‘sistem ganda’ penyedia jamu, yakni layanan kesehatan dan peneliti jamu,” katanya.
Di bagian akhir makalahnya, Menkes mengatakan, beberapa hal yang harus dilakukan ke depan membutuhkan banyak pemain, masyarakat, dan kemitraan dengan swasta untuk mendapatkan kualitas terbaik dari jamu, percepatan kegiatan dari hulu terkait penyediaan bahan jamu yang berkelanjutan sesuai standar baku, serta memunculkan kesadaran kolektif konservasi dan pengembangan jamu sebagai warisan nasional.
Selain itu, kata dia, seluruh puskesmas dan rumah sakit harus menerapkan sinergi serta integrasi pelayanan jamu dalam pengobatan komplementer, alternatif tertentu, dan lainnya secara bertahap.
Dengan demikian, lanjutnya, promosi besar mengenai jamu berupa “Jamu Brand Indonesia” dapat terwujud.
“International Conference on Medicinal Plants 2012″ yang diselenggarakan di Purwokerto, juga menghadirkan beberapa pembicara dari dalam dan luar negeri seperti Dr Lesley Braun dari Monash University, Assoc.Prof Wandee Gristnapan (Mahidol University), dan Dr Chandrkant B Salunke (Khrisna Mahavidyalaya India).



disalin & ditempel oleh : wisdeni sumber
 

IKATAN WIDYAISWARA INDONESIA Copyright © 2011 -- Template created by I W I -- Powered by Blogger