Minggu, 21 Oktober 2012

Anggaran Kemendikbud Dipertanyakan


Home

JAKARTA, (PRLM).- Kalangan DPR mengkritisi besarnya anggaran Kemendikbud dibandingkan dengan masih banyaknya peristiwa tawuran yang terjadi belakangan ini di tingkat sekolah menengah, baik yang terjadi di Jakarta, Makasar dan daerah lainnya.
Kasus tawuran yang diantaranya menyebabkan meninggalkan siswa dan mahasiswa sangat memprihatinkan, kata Ketua FPPP DPR Hasrul Azwar dalam sambutan diskusi bertajuk 'Melacak Akar Tawuran Antarsiswa di Sekolah: Upaya Mencari Formula Kurikulum yang Ideal' di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/10).
Dikemukakan, ketika terjadi tawuran antara siswa SMA 6 dan SMA 70 di Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh sempat mengatakan cukuplah itu yang terakhir kali. Namun beberapa pekan kemudian terjadi tawuran mahasiswa di Makassar, Sulawesi Selatan. "Kalau begini berarti tawuran di Jaksel itu bukan yang terakhir lagi, tegasnya.
Kata Hasrul, sungguh ironis tawuran terjadi di tengah anggaran pendidikan yang terus meningkat. Lalu dimana fungsi anggaran. "Untuk tahun 2013 Kemendikbud anggarannya mencapai Rp 315 triliun," tegas Hasrul.
Diskusi tersebut menampilkan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, Dirjen Dikdas Kemdikbud Suyanto, pemerhati anak Seto Mulyadi (Kak Seto), dan anggota Komisi X Reni Marlinawati. Hasil diskusi diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk dunia pendidikan.
"Kita cari akarnya. Kita cari penyebabnya. PPP peduli dengan pendidikan. Hasil diskusi ini kita sumbangkan untuk stakeholders pendidikan nasional," ujar Hasrul.
Anggota DPR, Dr Reni Marlinawati mengatakan, maraknya tawuran di kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi bukti bila kebijakan pendidikan yang ada selama ini gagal. Katanya, kebijakan pendidikan yang selama ini dibangun pemerintah terlalu berorientasi pada nilai atau akademik semata. Semua potensi pendidikan diarahkan untuk mengejar nilai ujian. "Tawuran yang ada saat ini adalah buah dari kebijakan pendidikan berorientasi padascore test. Sekarang kita memetik kebijakan yang selama ini dibuat pemerintah," ujarnya.
Reni menambahkan, anak didik yang lemah secara akademik akan termarjinalkan oleh sistem yang ada saat ini. Anak yang gagal Ujian Nasional (UN) dicap sebagai siswa yang bodoh. Seharusnya pendidikan tidak memberikan stempel pintar atau bodoh. Kesuksesan pendidikan tidak sebatas akademik. "Ujian nasional patut dievaluasi karena telah melahirkan pelajar yang seperti ini. Tidak membangun karakter anak didik. Seharusnya pendidikan mengedepankan pendidikan karakter," kata anggota DPR dari FPPP ini.
Untuk itu dia meminta kepada pemerintah dan masyarakat jangan sepenuhnya menyalahkan anak-anak yang tawuran. Pemerintah harus berani mengoreksi kebijakan yang selama ini mereka buat. Justru anak-anak yang tawuran adalah korban kebijakan pendidikan yang keliru.


disalin & ditulis oleh : wisdeni sumber

0 komentar:

Posting Komentar

 

IKATAN WIDYAISWARA INDONESIA Copyright © 2011 -- Template created by I W I -- Powered by Blogger